Di tengah kesibukannya sebagai karyawan
di Kota Lampung, Dwi Prasetio (27), masih tetap menyempatkan waktunya untuk
mencari dan merawat berbagai jenis burung berkicau yang kini banyak digemari
masyarakat, seperti burung jalak, murai, perkutut dan berbagai jenis burung
langka lainnya.
Ketika ditemui dikediamnnya di Jalan
kampus, Kelurahan kuripan, kotaagung, Lampung, Rabu (3/5) lalu, sahutan demi
sahutan suara burung langsung menyambut kedatangan wartawan koran ini. Suasana
panas terik yang saat itu menyinari Kota Lampung pun, seakan sirna setelah
mendengar kicauan burung milik lelaki yang akrap disapa Dwi ini.
Tak kurang dari 10 jenis burung
berkicau terpampang di halaman depan, samping dan belakang rumahnya. Tiap jenis
burung, sudah memiliki suara khas masing-masing, sehingga setiap kali seekor
burung berkicau, maka burung lainnya pun ikut mengeluarkan kicauan mereka,
hingga terus menerus tanpa henti. Merdu sekali!
Ternyata, kicauan burung-burung
peliharaanya inilah yang membuat Dwi tetap bersemangat menjalani aktifitas,
baik di kantor maupun di rumahnya sebagai kepala keluarga. Pasalnya, kicauan
burung-burung berkicau ini, menjadi obat penghilang lelah dan suntuk bagi Dwi
acap kali tiba di rumahnya.
“Sahutan kicau burung-burung inilah
yang menjadi obat bagi saya untuk menghilangkan rasa lelah dan suntuk dalam
beraktifitas. Kan kita terkadang merasa bosan dan jenuh menjalani aktifitas,
jadi begitu sampai di rumah dan mendengarkan kicauan burung ini, semuanya
kembali normal,” akunya.
Hobi memelihara burung ini, sebut Dwi,
didapatnya sejak masih kecil. Karena di tempat tinggalnya waktu itu, begitu
banyak jenis burung yang mudah ditangkap dan dipelihara. Namun, setelah
beranjak dewasa, hobi memelihara burung itu pun sempat sirna. Sebab, sulitnya
menemukan burung ditengah perkampungan yang sudah berubah menjadi Kota. Selain
itu, dirinya juga disibukan dengan pendidikan.
Setelah berkeluarga, sekitar empat
tahun silam, barulah hobi ini kembali digelutinya dengan mencari burung
berkicau ini ke berbagai daerah yang ada di Sumut. Untuk mendapatkan burung
berkualitas, Dwi tak segan-segan mengeluarkan fulus (uang, Red) dalam jumlah
besar. Hal itu dilakukan demi meneruskan hobinya yang sempat hilang.
Kini, dengan banyaknya koleksi
burung yang dimiliki, Dwi tak perlu lagi bersusah payah untuk memilih obat
penghilang lelah dan suntuknya. Dia cukup mendengar suara kicauan
burung-burungnya, yang setiap saat menghibur dirinya dikala suka maupun duka.
“Yah, mudah-mudahan asal dengar kicauan burung-burung ini, semua penyakit hilang, pokoknya, suntuk-suntuk dari luar sana, begitu sampai di rumah, langsung hilang,” bilangnya sembari membersihkan sarang burung di belakang rumahnya.
“Yah, mudah-mudahan asal dengar kicauan burung-burung ini, semua penyakit hilang, pokoknya, suntuk-suntuk dari luar sana, begitu sampai di rumah, langsung hilang,” bilangnya sembari membersihkan sarang burung di belakang rumahnya.
Mengajari Burung Berkicau
Semula, Dwi Yanto hanya hobi
memelihara burung, tanpa memperhatikan jenis burung dan suara khas
masing-masing burung yang dipeliharanya. Tapi kini, dia sudah menjadi guru
suara bagi burung-burung peliharaanya dengan mengajari burung-burung tersebut
dengan berbagai jenis suara yang diinginkannya.
Seperti burung Jalak miliknya, yang
dulunya tak bisa menirukan berbagai jenis suara selain suaranya, kini sudah
pandai menirukan berbagai suara, seperti ayam, memanggil orang dan mengucapkan
salam. “Menciptakan ‘keahlian’ burung-burung ini yang paling sulit, minimal
kita butuh waktu setengah tahun untuk dapat menirukan satu macam jenis suara,”sebutnya.
Untuk melatih burung-burung
peliharaanya, Dwi mengaku, harus setiap saat menirukan atau memperdengarkan
suara yang diinginkannya kepada burung peliharaanya itu. “Kalau mau cepat, kita
harus setiap saat mendengarkan suara yang kita inginkan kepada burung ini,
kalau tidak, sampai kapanpun dia tidak akan mempu menirukan suara yang kita
inginkan itu,” sambungnya.
Untuk itu, meski terkadang pulang
kerja agak malam, Dwi tetap menyempatkan diri untuk mendidik burung koleksinya.
Saat ini, dari 10 jenis burung miliknya, hanya tinggal seekor elang dan seekor
murai saja yang belum dilatihnya.
Itupun karena kedua burung ini baru
didapat dari temannya.” Dua burung inilah yang belum dijinakkan, karena baru
diantar teman,”katanya menunjuk kedua jenis burung tadi.
Karena keahliannya itu, tak jarang
rekan-rekannya meminta dia untuk mendidik burung-burung mereka, agar memiliki
suara yang khas. Selain itu, tak sedikit pula orang yang menawar burung
peliharaanya itu untuk diperjual belikan.
“Kalau orang menawar, sudah entah
berapa banyak, tapi saya tidak menjualnya, karena burung-burung pelihraan saya
ini sudah saya anggap keluarga sendiri. Kalaupun ada yang ingin membeli, saya
sediakan dulu burung yang lain dan saya didik untuk dijual belikan,”tuturnya.
Sangking banyaknya peminat, dia mengaku kewalahan menyediakan burung yang diinginakn pembelinya. Sebab, burung-burung yang sangat diminati oleh masyarakat, sangat sulit untuk dijumpai. “Sekarang ini mencari burungnya yang sulit, kalau pembelinya banyak saja,”ucapnya.
Sangking banyaknya peminat, dia mengaku kewalahan menyediakan burung yang diinginakn pembelinya. Sebab, burung-burung yang sangat diminati oleh masyarakat, sangat sulit untuk dijumpai. “Sekarang ini mencari burungnya yang sulit, kalau pembelinya banyak saja,”ucapnya.
Berburu Hingga ke Pekanbaru
Demi mendapatkan jenis burung yang
berkualitas, Dwi harus memasang kaki (agen) di setiap daerah di Lampung, Jawa, Tebing
Tinggi hingga Aceh dan Pekanbaru.
Karena, untuk mendapatkan burung-burung
berkicau ini, tentu harus di daerah yang memiliki kawasan hutan atau perkebunan
kelapa sawit yang luas. Untuk itu, dirinya selalu berkoordinasi dengan
agen-agen di tiap daerah yang selalu mendapatkan burung-burung penghibur ini.
Bahkan, jika sedang libur kerja, ayah dua anak ini juga kerap turun ke lapangan untuk mencari jenis burung yang diinginkannya. “Kalau ada waktu, saya juga menyempatkan diri mencari burung ini ke tengah perkebunan sawit yang ada di Langkat dan Tebing Tinggi,” cetusnya.
Bahkan, jika sedang libur kerja, ayah dua anak ini juga kerap turun ke lapangan untuk mencari jenis burung yang diinginkannya. “Kalau ada waktu, saya juga menyempatkan diri mencari burung ini ke tengah perkebunan sawit yang ada di Langkat dan Tebing Tinggi,” cetusnya.
Bahkan menurutnya, demi mendaptkan
burung yang diminatinya, dia tak segan-segan untuk meminta izin kepada
atasannya agar diberikan izin untuk cuti. “Asal ada barang bagus, kita siap
turun ke lokasi, biarpun harus meninggalkan pekerjaan,” ujarnya bersemangat.
Atas hobinya ini, tak jarang dirinya
mendapat perlawanan dari sang istri. Sebab, hampir seluruh waktunya dihabiskan
untuk pekerjaan dan burung peliharaanya itu. Namun baginya, keresahan sang
istri dianggap wajar, mengingat kedua anaknya sudah mulai beranjak besar.
“Biasanya itu kalau ribut-ribut kecil, namanya juga hobi,”katanya tersenyum.
Dwi juga bilang, hobinya ini akan
tetap digeluti selagi tidak menghancurkan rumah tangganya. “Namanya hobi mau
bilang apa lagi, selagi tidak menghancurkan rumah tangga, tetap akan digeluti,”
tegasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar